News and Blog

FGD Omnibus Law

DSC02279-min-scaled-1
BeritaDisertasiKegiatan

FGD Omnibus Law

Pada hari Rabu 26 Februari 2020 Sekolah Ilmu Lingkungan mengadakan FGD Dosen dan Mahasiswa yang membahas tentang Kebijakan Omnibus Law dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Omnibus Law merupakan Rancangan Undang Undang yang sampai saat ini masih ramai diperdebatkan oleh banyak masyarakat di Indonesia. Dalam FGD yang dipresentasikan oleh Prof. Tommy Hendra Purwaka, S.H., L.LM., Ph.D ini, Omnibus Law dianalisis dengan menggunakan Teori Wormhole karena Omnibus Law berperan sebagai hukum yang diusulkan di masa kini untuk mengatasi pengaturan sejumlah ketentuan hukum dalam peraturan perundang-undangan yang beragam dan tumpang tindih satu sama lain di masa lalu agar tetap dapat diberlakukan di masa yang akan datang.

Omnibus sendiri berasal dari bahasa Latin dan berarti “untuk segalanya” untuk mengantisipasi disrupsi teknologi (era industri 4.0), suatu perubahan yang sangat cepat dgn penggerak utamanya (prime mover) adalah blockchain technology, internet of thing (IoT), artificial intelligent (AI), virtual reality (VR), dan smart contract.

Menurut Prof. Tommy Hendra Purwaka, respon terhadap pro dan kontra masyarakat terhadap Omnibus Law sama-sama sangat baik. Namun, menurut-nya Omnibus Law memang perlu ditunda pengesahannya karena jangka waktu 100 hari yang diberikan oleh Presiden Jokowi untuk merombak ribuan regulasi adalah sangat tidak memungkinkan.

Dalam setiap Undang – Undang pasti terdapat kepentingan public maupun kepentingan privat, maka dari itu Prof. Tommy Hendra Purwaka menyatakan bahwa perlu sekali melibatkan IPTEK, Hukum, dan Administrasi. Selain itu juga perlu keterpaduan dalam pengelolaan SDA yang mencakup fisik, administratif, dan geografis guna mencapai tujuan dari Undang – Undang itu sendiri.

Mengingat Pro dan Kontra yang banyak terjadi di masyarakat, Sekolah Ilmu Lingkungan juga merasa perlu mengambil bagian untuk meningkatkan UMKM yang sangat terpengaruh oleh kebijakan Omnibus Law ini. Sekolah Ilmu Lingkungan berkontribusi dengan mempercepat harmonisasi kebijakan dalam pengelolaan SDA. Selain itu, Perguruan tinggi perlu memegang kendali untuk rasionalisasi kebijakan Omnibus Law terutama terkait dengan investasi. Prinsip keadilan tetap harus diutamakan, sehingga setiap kebijakan harus dilihat sampai pada hilirnya, apakah memiliki konsekuensi positif atau negatif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemakmuran rakyat yang dimaksud dalam pasal 33 UUD juga harus terakomodasi di dalam kebijakan Omnibus Law, sehingga jangan sampai merugikan rakyat di kemudian hari.

Untuk meminimalisasi terjadinya kerugian dan perdebatan pada masyarakat akan Omnibus Law, Prof. Tommy Hendra Purwaka berpendapat bahwa perlu ada pendampingan untuk penjaminan bagi masyarakat yang tidak memahami hukum agar tidak ada yang dirugikan atas pengesaha kebijakan tersebut, selain itu media sosial juga seharusnya dapat digunakan untuk memainstreamingkan isu-isu lingkungan dan sosialisasi kebijakan.

(Red Devina, Editor Tyas)