“Membumikan” Destinasi Wisata di Indonesia
April 22, 2025 2025-04-22 12:16“Membumikan” Destinasi Wisata di Indonesia
Penulis Dr. Yuki M.A. Wardhana adalah Dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia dan Ketua Umum Indonesia Environmental Scientist Association.
Jakarta – Sejak tahun 1970, tanggal 22 April diperingati sebagai hari bumi yang diakui secara internasional. Sejarah mencatat bahwa peringatan hari bumi didasarkan pada keprihatinan seorang senator Amerika Serikat yang bernama Gaylord Nelson terhadap peristiwa tumpahnya minyak di Santa Barbara, California pada tahun 1969. Mulai saat itu, setidaknya 175 negara memperingati hari bumi dengan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk menyelamatkan bumi. Periode 1970-an menjadi titik awal gerakan kepedulian masyarakat dunia terhadap lingkungan karena kerusakan lingkungan yang semakin dirasakan. Konferensi Stockholm ada tahun 1972 menjadi cikal bakal lahirnya KTT Bumi di Rio de Janeiro. Kemudian berlanjut dengan Kyoto Protokol dan yang paling besar efeknya adalah Paris Agreement.
Berdasarkan our world in data, jumlah penduduk di dunia pada 1928 berjumlah dua miliar jiwa. Hampir satu abad kemudian dunia dihuni oleh delapan miliar jiwa, artinya pertumbuhan jumlah penduduk meningkat hampir empat kali lipat dalam satu abad. Dampaknya kebutuhan akan sumberdaya alam, lahan dan industri untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia meningkat sehingga mengakibatkan tertekannya daya dukung lingkungan dari bumi. Terjadinya tekanan terhadap daya dukung lingkungan sejalan dengan publikasi World Economic Forum (WEC) pada Global Risk Report 2025 yang memprediksi risiko terbesar dalam 10 tahun mendatang didominasi oleh risiko lingkungan seperti extreme weather event, biodiversity loss, ecosystem collapse, natural resources shortage dan pollution. Data tersebut menunjukkan bahwa kegelisahan yang sama dengan senator Gaylord Nelson akan kerusakan lingkungan masih akan terus kita rasakan.
Kerusakan lingkungan berdampak luas pada berbagai sektor, termasuk sektor pariwisata yang sedang tumbuh usai pandemi Covid-19. Padahal, pariwisata menjadi penopang pendapatan Indonesia di luar sektor migas. Risiko lingkungan berpotensi mengancam keberlanjutan mayoritas destinasi wisata di Indonesia yang didominasi oleh daya tarik wisata alam, seperti keindahan alam di Bali, Labuan Bajo, Lombok, Raja Ampat dan destinasi lainnya yang menjadi tujuan pariwisata. Ancaman terhadap keberlanjutan bukan hanya pada lingkungan, tapi juga sosial ekonomi masyarakat. Berdasarkan data Kementerian Pariwisata, kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB di tahun 2024 mencapai 4,01% dan menciptakan lapangan kerja hingga mencapai 24,5 juta jiwa. Jumlah tersebut menunjukkan arti penting dari pariwisata sebagai social economic engine di Indonesia. Berdasarkan data tersebut, premis yang bisa diambil adalah pariwisata
dapat menjadi salah satu key element untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8%. Menariknya lagi pariwisata menjadi salah sektor kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah perang dagang yang terjadi di dunia saat ini. Namun, bukan sembarang pariwisata. Ada satu syarat yang harus dipenuhi agar pariwisata bisa menjadi kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah perang dagang yang terjadi di dunia saat ini. Syarat utama pariwisata menjadi key element adalah menjaga daya tarik wisata alam di Indonesia tetap lestari sehingga tetap menarik menjadi tujuan para wisatawan dari dalam dan luar negeri.
Kita mengenal istilah yang menggunakan bahasa Jawa “menwongkan” dalam menjelaskan hubungan manusia atau interaksi sosial. Istilah tersebut menjelaskan pentingnya memperlakukan orang lain dengan penuh hormat dan empati. Konsep “menwongkan” dapat kita gunakan dalam pengelolaan destinasi wisata dengan analogi yang hampir sama, yaitu dengan kata kata “membumikan” untuk menunjukkan rasa hormat kita terhadap bumi yang telah memberikan kita rasa nyaman dan kehidupan yang baik, termasuk untuk daya tarik wisata yang ada didalam destinasi wisata. Konsep “membumikan” dapat juga kita artikan tentang bagaimana kita menjaga keberlanjutan destinasi wisata di Indonesia dengan menjaga bumi kita. “Membumikan” destinasi wisata secara lingkungan dapat dimaknai dengan menjaga destinasi wisata agar sesuai dengan daya dukung lingkungannya dan menjaga kualitas lingkungannya agar tetap baik, termasuk mengelola sampah di destinasi wisata. Permasalahan sampah di destinasi wisata menjadi pekerjaan rumah yang besar dari pengelola wisatawan karena sebagian besar sampah yang dihasilkan adalah sampah plastik yang jika tidak dikelola dengan baik akan membuat pencemaran lingkungan karena tidak mudah untuk terurai.
Konsep “membumikan” destinasi wisata secara sosial adalah bagaimana menjaga adat istiadat dan interaksi sosial yang menjadi salah satu ciri masyarakat Indonesia tidak pudar atau bahkan menjadi lebih kuat dengan kegiatan wisata, termasuk nilai-nilai dalam menjaga kelestarian alam. Sedangkan konsep membumikan ecara ekonomi adalah bagaimana destinasi wisata dapat memberikan manfaat kepada bumi dan masyarakat. Salah satu konsep dalam mengimplementasikan “membumikan” destinasi wisata alam secara utuh adalah konsep ekonomi sirkular. Ekonomi sirkular dimaknai sebagai model ekonomi dengan fokus mengurangi imbah sehingga dapat mengoptimalkan penggunaan sumberdaya serta memperpanjang umur pakai dari suatu produk. Penerapan konsep ekonomi sirkular pada sektor pariwisata dapat membuat tekanan terhadap lingkungan dari sampah pada destinasi wisata dapat berkurang. Secara sosial, interaksi masyarakat tidak akan terganggu dengan gaya hidup wisatawan yang dapat merusak tatanan sosial seperti kotornya daya tarik wisata alam dan budaya. Secara ekonomi, penerapan efisiensi sumberdaya membuat manfaat ekonomi dari bumi dapat lebih dirasakan oleh masyarakat serta pengelola destinasi wisata. Konsep “membumikan” destinasi wisata akan dapat mengurangi tekanan terhadap lingkungan sehingga rasa khawatir seperti yang dirasakan senator Gaylord Nelson dapat berkurang, memperkuat sektor pariwisata menjadi key element for social economic engine Indonesia dan memperkuat norma sosial yang sudah menjadi ciri khas masyarakat Indonesia.
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan oleh semua pihak, bukan hanya Pemerintah dan pengelola destinasi, tapi dimulai dari kita semua sebagai penikmat dari daya tarik wisata. Selamat hari bumi, mari menjaga bumi dengan “membumikan” destinasi wisata di Indonesia.
***
Artikel ini terbit juga di https://travel.detik.com/travel-news/d-7879880/membumikan-destinasi-wisata-di-indonesia